JUMLAH PENGUNJUNG :


View My Stats

Minggu, 24 Mei 2009

INDUSTRI PERBANKAN


Industri Perbankan mempunyai peranan yang sangat penting dan keberadaannya memiliki peranan yang sangat strategis dalam perkembangan perekonomian. Fungsi intermediary yang diperankan oleh perbankan berupa penghimpunan dana masyarakat dan kemudian menyalurkannya dalam bentuk pinjaman secara langsung akan menggerakkan sektor ekonomi dari surplus unit ke minus unit sehingga kegiatan ekonomi berupa transaksi keuangan terjembatani dengan kegiatan usaha perbankan.

Bank sebagai lembaga keuangan berfungsi sebagai perantara antara pihak yang kelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana. Kegiatan ekonomi berupa transaksi keuangan terjembatani dengan kegiatan usaha perbankan. Bank memberikan andil yang besar untuk menggerakkan gairah perekonomian dengan penciptaan pendanaan dari pinjaman yang disalurkan akan mendorong kegiatan-kegiatan produktif yang langsung berhubungan dengan kegiatan pelaku-pelaku usaha. Usaha perbankan saat ini dapat dibagi menjadi tiga yaitu: (1) menghimpun dana masyarakat, (2) menyalurkan pinjaman dan (3) pelayanan jasa perbankan.

Peranan bank sangat penting untuk menggerakkan gairah perekonomian dimana penciptaan pendanaan dari pinjaman yang disalurkan oleh Bank akan mendorong kegiatan-kegiatan produktif dimana kredit komersial yang disalurkan baik dalam bentuk Kredit Produktif dan Konsumtif berhubungan langsung dengan kegiatan pelaku-pelaku usaha.

Kebutuhan permodalan yang terbatas bagi operasional usaha dalam suatu mata rantai ekonomi yang menciptakan produksi saat ini tidak dapat dipungkiri berkaitan dengan aktifitas perbankan. Struktur modal yang terbatas bagi dunia usaha akan mendorong kegiatan ekspansi bisnis bagi Bank,sebagai financial intermediary (perantara keuangan) bisnis bank masih didominasi oleh pendapatan dari upaya menghimpun dana dan kemudian menjualnya dengan menyalurkannya dalam bentuk pinjaman. Selisih antara biaya penghimpunan dana dan pendapatan dari penjualan/penyaluran dana menjadi sumber utama dari usaha perbankan untuk mendapatkan hasil usaha.

Ekspansi bisnis Bank yang dalam Upaya terciptanya pertumbuhan untuk meningkatkan value dari perusahaan dipengaruhi oleh aktivitas bisnis berupa keputusan keuangan perusahaan untuk melakukan investasi dengan mempertimbangkan resiko yang ada dan berkaitan pula dengan keputusan pendanaan untuk membiayai pertumbuhan. Sumber pendanaan dapat diperoleh dari hasil laba operasi (profit) yang dapat dipergunakan untuk membiayai aktifitas usaha agar perusahaan dapat tumbuh.

Bank tidak bebas memilih struktur modalnya (capital structure). Capital structure menunjukkan cara yang ditempuh bank untuk memperoleh pendanaan, umumnya dilakukan melalui kombinasi penerbitan saham, obligasi dan penerimaan pinjaman. Capital structure sebuah bank ditentukan oleh otoritas pengawas perbankan yang menetapkan persyaratan modal minimum sebagaimana halnya penetapan tingkat likuiditas yang harus dipertahankan oleh bank, dan jenis serta struktur pemberian kredit. Jika sebuah bank memiliki modal yang cukup – bank memiliki sumber daya finansial yang memadai yang untuk mengantisipasi potensi kerugiannya. Jika sebuah bank memiliki likuiditas yang cukup – bank memiliki sumber daya finansial yang memadai untuk mendanai aktivanya dan memenuhi kewajibannya saat jatuh tempo.

Penting untuk dipahami bahwa baik Basel II dan Program Sertifikasi, merupakan peraturan pada bank dan bukan peraturan kepada industri jasa keuangan. Di European Union (EU), peraturan Basel II akan mencakup area yang luas yaitu : lembaga perkreditan (sekitar 8,800) dan juga sekitar 2,200 perusahaan investasi (investment firms.)

Mengapa bank perlu diregulasi?
Bank perlu diatur karena bank memiliki risiko yang melekat (inherent risk) ke dalam sistem perekonomian. Tidak seperti industri mobil, bank menawarkan produk yang digunakan oleh setiap nasabah, baik komersial dan perorangan,yaitu UANG. Dengan demikian, kegagalan dari sebuah bank (baik kegagalan sebagian maupun keseluruhan), dapat menimbulkan dampak pada perekonomian secara menyeluruh, yang dikenal sebagai ‘risiko sistemik’ (Systemic risk).

Systemic risk adalah risiko dimana kegagalan sebuah bank dapat menimbulkan dampak yang menghancurkan perekonomian secara besar-besaran dan bukan hanya dampak berupa kerugian yang secara langsung dihadapi oleh pegawai, nasabah dan pemegang saham.

Walaupun tidak setiap orang mengenal istilah risiko sistemik,banyak orang mengetahui apa yang dimaksud dengan “bank rush” (penarikan dana besar-besaran dari bank).
Hal ini dapat terjadi saat ketika sebuah bank tidak mampu memenuhi kewajibannya, atau dengan kata lain bank tidak memiliki dana yang cukup untuk membayar para deposan yang ingin menarik dana mereka.

Ketidakmampuan untuk memenuhi kewajiban dan membayar kembali para deposan belum tentu menunjukkan kondisi yang sebenarnya; bisa jadi ketidakmampuan ini hanya sebatas
persepsi nasabah.

Solvabilitas dari sebuah bank bukan saja merupakan perhatian :
• Para pemegang saham (shareholders)
• Para nasabah (customers)
• Para karyawan (employees)
Tetapi juga:
• pengelola perekonomian secara keseluruhan.

Sebelum tahun 1930an, permasalahan pada solvabilitas bank,bahkan bank rush, cukup sering terjadi. Keadaan ini mendorong pemerintah berbagai negara untuk mengendalikan bank melalui regulasi, dengan memastikan bahwa bank memiliki modal dan likuiditas yang memadai. Otoritas pengawas (biasanya bank-bank sentral) berupaya memastikan agar bank-bank dapat:
• memenuhi permintaan deposan (pada tingkat yang wajar) untuk mendapatkan uangnya kembali tanpa menarik kembali kredit yang telah diberikan bank,
• mempertahankan tingkat kerugian yang wajar akibat kredit macet atau siklus penurunan kegiatan ekonomi (bertahan pada saat terjadi resesi).

Tingkat kapitalisasi dan likuiditas pada awalnya tidak ditetapkan secara tegas. Modalpun sering hanya dikaitkan dengan prosentase tertentu dari jumlah kredit. Dalam menetapkan jumlah modal sebagai prosentase suatu jenis kredit, jelas terlihat bahwa ada “mata rantai yang hilang” dalam memperhitungkan tingkat modal yang tepat bagi bank. Mata rantai yang hilang ini dijelaskan dengan menggunakan contoh berikut:
Bank A hanya memberikan pinjaman kepada Pemerintah, dan selalu dapat mengasumsikan bahwa pinjaman tersebut akan dibayar kembali. Bank B hanya memberikan pinjaman kepada perusahaanperusahaan yang baru berdiri. Bank B tidak dapat membuat asumsi yang sama dengan Bank A karena terdapat kemungkinan beberapa atau bahkan sebagian besar perusahaan baru tersebut tidak dapat melanjutkan kegiatan usahanya.
Menurut teori ekonomi, pinjaman dari dua group dalam contoh didepan akan seimbang antara berapa yang akan didapat (yang secara umum disebut “Margin”) dengan kerugian yang dapat terjadi. Siapapun investor potensial di Bank A atau Bank B akan membuat keputusan risiko/imbalan berdasarkan seberapa besar masing masing bank berani mengambil risiko dibandingkan dengan imbalan yang diharapkan akan diperoleh. Dalam contoh diatas Bank B akan meminta imbalan dengan margin yang lebih tinggi dari pada Bank A karena dapat menyebabkan kerugian yang lebih tinggi.

Dalam kasus Bank B, bad debt tak mungkin terjadi pada tingkat yang sama dengan Bank A karena bisnis akan lebih banyak mengalami default dalam keadaan resesi dibandingkan dengan dalam keadaan ekonomi tumbuh. Bad debt terjadi ketika bank tidak mampu menarik kembali pokok pinjaman dan pendapatan bunga yang sudah diakui dari nasabahnya.Kondisi ini akan menyebabkan bank menderita kerugian dan terjadi erosi modal

Meskipun bank berupaya keras untuk mendiversifikasi portofolio pinjamannya, namun kebanyakan bank masih mempunyai risiko-risiko ekonomi yang besar pada pasar domestik mereka. Perekonomian sebuah negara dapat dipengaruhi oleh:
• Gejolak eksternal, dapat berupa bencana alam atau peristiwa yang diakibatkan oleh manusia dan atau
• kesalahan manajemen perekonomian

Perkembangan pasar perbankan internasional pada tahun 1970an dan 1980an cenderung memberikan perhatian yang lebih besar pada perhitungan modal berbasis risiko.
Kenaikan harga minyak yang demikian tinggi pada waktu itu memaksa negara-negara yang memiliki surplus dolar AS yang besar menginvestasikan kembali dolar tersebut ke negara-negara yang mengalami defisit yang besar. Hal ini membawa konsekuensi pada
pertumbuhan pesat dan meningkatnya kompetisi di bidang perbankan internasional. Kondisi ini turut dipertimbangkan oleh otoritas pengawas perbankan dan memberikan penekanan bahwa bank dengan cakupan kegiatan bisnis internasional harus memiliki modal yang sesuai dengan risiko yang dimilikinya.

Praktek bank untuk mengelola risiko banyak mendapatkan dorongan dan dukungan karena adanya:
• pertumbuhan pasar derivatif
• model penentuan harga opsi (option pricing model) yang terkait langsung dengan volatilitas pengembalian (return) dari instrumen pasar yang menjadi underlying dengan nilai instrumen tersebut, antara lain penetuan harga berbasis risiko (risk-based pricing)

The Basel II Accord juga mempertimbangkan perlunya memasukkan risiko-risiko lainnya dalam perhitungan modal berbasis risiko bagi sebuah bank; meskipun ada beberapa hal
yang belum diatur metode modelnya, Jenis risiko utama tersebut adalah:
• risiko pasar (market risk)
• risiko kredit (credit risk)
• risiko operasional (operational risk)
• risiko-risiko lainnya (‘other’ risk)

Otoritas pengawas perbankan masing-masing negara akan bertanggung jawab untuk mengimplementasikan Basel II sesuai dengan undang-undang dan regulasi yang berlaku di negara tersebut.

Implementasi yang konsisten di berbagai negara terhadap sebuah Kerangka Kerja, melalui pengawasan dan kerjasama yang lebih erat, merupakan suatu hal sangat penting. Implementasi yang konsisten juga bermanfaat untuk menghindari timbulnya
ketidakjelasan sebagai akibat dari adanya pelaporan ganda, yaitu kepada otoritas pengawas perbankan dimana bank didirikan (home country) dan dimana bank memiliki cabang atau anak perusahaan (host country).

INSTRUMEN DERIVATIF ????
Ciri utama hampir semua derivatif adalah dalam transaksi jumlah pokok tidak turut dipertukarkan sehingga secara substansial mengurangi risiko kredit dan risiko settlement. Transaksi ini sering disebut sebagai contracts for difference mengingat perubahan harga relatif dari underlying instrumen kas yang dipertukarkan. Dengan mengurangi risiko kredit, bank dapat melakukan perdagangan dengan banyak pihak (counterparties)dibanding dengan yang bisa dilakukan melalui instrumen kas (cash instruments). Hal ini mengakibatkan pasar derivatif menjadi lebih likuid sehingga volume perdagangan tumbuh pesat sejalan pula dengan jumlah risiko yang diambil.

Ada beberapa alasan mengapa sebuah bank komersial dengan jumlah nasabah ritel yang besar dapat mendapat kesulitan dalam mengelola neracanya:
• tindakan bank komersial seringkali didorong oleh pertimbangan hubungan dengan nasabah dan bukan kewajiban hak sesuai kontrak. Dengan kata lain, bank memberikan fokus besar pada nasabah.
• menarik dan mempertahankan nasabah sering menggunakan penawaran produk ritel yang fiturnya berbeda dari produk pasar wholesale. Hal ini menyebabkan produk tersebut sulit dijual di pasar wholesale atau sulit dikelola risikonya menggunakan produk wholesale
• penentuan harga produk ritel sering lebih banyak berhubungan dengan pertimbangan pemasaran daripada harga pasar.
• perilaku nasabah ritel terkait dengan dengan produk perbankan ritel yang mereka miliki sering mengakibatkan kewajiban kontraktual yang terlihat dari pihak-pihak yang memberikan gambaran buruk atas aktual kewajiban. Misalnya, secara kontrak
dimungkinkan untuk mencairkan dana tabungan dengan pemberian 30 hari, tetapi nasabah memiliki hak untuk membiarkan uangnya di rekening untuk waktu yang tidak terbatas.

Keterkaitan perilaku nasabah dan fitur produk seringkali menimbulkan kebutuhan untuk mengawasi dan mengelola stabilitas pendapatan bunga netto/NII (atau present value dari the business)dan likuiditas.

Kelayakan Kredit – risiko kredit perorangan :
Pemberian kredit kepada perorangan, apakah didukung dengan agunan rumah atau tanpa agunan, memerlukan pemahaman mengenai anggaran pribadi. Mengingat anggaran tersebut akan didasarkan pada jumlah kas yang diterima dan dikeluarkan oleh suatu rumah tangga, rekening bank dapat menjadi sumber informasi historis yang handal.

Dalam menilai kemampuan pemberian kredit, bank pada umumnya mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
• sisa pendapatan (free disposable income), baik berdasarkan pendapatan individual maupun pendapatan gabungan
• pendapatan setelah dikurangi pembayaran kredit
• pendapatan lain-lain (income multiplies) dan kemampuan mempertahankan pembayaran di masa datang
• penetapan suku bunga kredit
• gangguan terhadap pendapatan dan penutupan asuransi
• asuransi terhadap aktiva
• perbandingan antara besarnya kredit dengan nilai rumah
• Penjaminan kredit (mortgage indemnity insurance)

Basel Committee menetapkan 25 prinsip utama pengawasan dalam “Core Principles for Effective Banking Supervision”, yang dipublikasikan pada bulan September 1997. Prinsip-prinsip utama tersebut meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
• Pra-kondisi untuk pengawasan perbankan yang efektif (effective banking supervision)
• perizinan dan struktur
• pengaturan prinsip kehati-hatian (prudential)
• metode pengawasan perbankan yang diterapkan
• informasi yang dipersyaratkan
• kewenangan formal
• perbankan antar negara
Pilar 2 mengidentifikasi 4 prinsip penting supervisory review untuk melengkapi 25 prinsip utama diatas.

Prinsip 1 :Bank harus memiliki suatu proses untuk menilai kecukupan modal secara keseluruhan dalam hubungannya dengan profil risiko yang ada dan harus memiliki strategi untuk mempertahankan tingkat permodalannya.
Basel II menjelaskan lima aspek proses penilaian modal yang seharusnya dilakukan bank, yaitu :
• pengawasan oleh direksi dan manajemen senior
• penilaian modal yang tepat
• penilaian risiko yang komprehensif
• pengawasan dan pelaporan
• evaluasi pengendalian internal

Prinsip 2 : Pengawas harus meneliti & mengevaluasi metode penilaian dan strategi internal kecukupan modal yang digunakan bank, serta kemampuan mereka untuk memonitor dan memastikan kepatuhan terhadap rasio permodalan sesuai ketentuan berlaku (regulatory capital ratio). Pengawas harus melakukan tindakan yang tepat jika proses yang digunakan bank dinilai tidak memadai.
Proses supervisory review yang dilakukan secara reguler harus :
• menguji perhitungan eksposur risiko dan mengakomodasi risiko dalam persyaratan permodalan (capital requirement)
• menekankan pada aspek kualitas proses dan kualitas pengendalian internal yang terkait dengan proses tersebut.
• menguji kerangka kerja penilaian modal yang dimiliki bank untuk mengidentifikasi kelemahan-kelemahannya
• menghindarkan pemberian rekomendasi terhadap struktur kerangka kerja penilaian modal mengingat hal tersebut merupakan tanggungjawab manajemen bank.

Proses review dapat melibatkan berbagai kombinasi dari metode pengumpulan informasi berikut :
• kunjungan ke bank (on-site visits)
• review tanpa melakukan kunjungan ke bank (off-site reviews)
• pertemuan dengan manajemen bank
• meneliti hasil kerja auditor eksternal yang relevan dengan proses review
• pertemuan dengan manajemen bank
• meneliti hasil kerja auditor eksternal yang relevan dengan
memonitor laporan-laporan periodik

Prinsip 3 : Pengawas harus mendapatkan keyakinan bahwa bank beroperasi diatas rasio permodalan minimum sesuai ketentuan dan harus memiliki kewenangan untuk meminta bank untuk memelihara modal diatas jumlah minimum.
Persyaratan modal minimum yang ditetapkan dalam Pilar 1 memasukkan faktor provisi untuk mengantisipasi unsur ketidakpastian yang dapat mempengaruhi industri perbankan
secara keseluruhan. Ketentuan-ketentuan dalam Pilar 1 dirancang untuk memberikan standar modal minimum bagi bank :
• yang memiliki aspek-aspek pengendalian yang memadai.
• yang memiliki portolio risiko yang terdiversifikasi
• yang kegiatan usahanya mencakup risiko-risiko yang terdapat dalam Pilar 1.

Prinsip 4 : Pengawas harus dapat melakukan tindakan sedini mungkin untuk mencegah penurunan modal di bawah jumlah minimum yang diperlukan untuk mendukung karakteristik risiko bank dan harus segera melakukan tindakan perbaikan jika modal bank tidak dapat dipertahankan atau dikembalikan ke posisi semula.
Jika bank gagal mempertahankan kecukupan modalnya, pengawas dapat menggunakan kewenangannya untuk mengambil langkah -langkah perbaikan.
Pengawas dapat meningkatkan persyaratan modal bank sebagai tindakan jangka pendek sementara masalah mendasarnya diselesaikan.
Peningkatan persyaratan modal tersebut dapat disesuaikan kembali apabila pengawas yakin bahwa permasalahan bank telah dapat diatasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

dilarang untuk menuliskan sesuatu yang berbau fitnah, penghinaan atau sara, disini bukan forum untuk mengadili atau menghina, opini anda harus bersifat membangun bukan memojokkan orang lain.